Laman

Jumat, 09 Juli 2010

"Free Trader Area" Alun-alun Kebumen

Ada gula ada semut. Pepatah ini bisa dianalogikan dengan keberadaan alun-alun di pusat kota Kebumen. Fungsinya sebagai ruang publik, alun-alun Kebumen menjadi tempat yang bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat. Hal inilah yang kemudian menjadikan alun-alun sebagai gula yang menjadi sumber penghidupan bagi banyak pedagang kaki lima.



Penataan alun-alun yang dibarengi dengan pembuatan pusat jajan Kebumen di Jalan Mayjen Sutoyo belum berhasil mempertemukan kehendak pedagang dan Pemerintah Kabupaten Kebumen. Sikap pedagang yang menolak dipindahkan ke Jalan Mayjen Sutoyo (pojok timur laut alun-alun) berbeda dengan keinginan Pemkab Kebumen.

Meskipun dalam proses relokasi Pemkab Kebumen telah menyerahkan berbagai fasilitas, tetap saja kawasan free trader area (kawasan bebas pedagang) di sekitar alun-alun belum terwujud. Padahal, fasilitas yang diberikan oleh Pemkab antara lain bantuan gerobak dan tenda bagi PKL, fasilitas bebas tagihan listrik, PDAM, dan retribusi yang berlaku hingga 31 Desember 2009.

Jika melihat hasil renovasi Alun-alun Kebumen yang telah selesai, pusat kota Kebumen ini telah ditambah fungsinya menjadi taman kota. Hal ini terlihat dari berbagai jenis pohon peneduh yang ditanam di sekeliling alun-alun, jogging track, jalur pedestrian, joglo kecil di pojok timur laut dan barat laut, serta beberapa tempat duduk.

Keberadaan pedagang kaki lima yang menyita ruang pedestrian pastinya akan mengganggu kenyamanan pejalan kaki. Meskipun demikian, keberadaan PKL tidak bisa diabaikan. Pemkab membutuhkan keberadaan PKL untuk menambah PAD-nya melalui retribusi. Begitu juga dengan masyarakat berkepentingan dengan makanan dan berbagai mainan yang dijajakan PKL.

Dengan tertatanya PKL dalam satu tempat, pusat jajan Kebumen akan benar-benar hidup. Kemungkinan pengunjung yang berdatangan bisa bertambah, PAD dari unsur retribusi pun bisa meningkat, sedangkan fungsi alun-alun bagi pedestrian tidak terganggu dengan ketiadaan PKL.

Pemkab mungkin perlu mengeluarkan peraturan bupati atau perda tentang larangan berdagang di sekeliling alun-alun. Hal ini perlu agar fungsi alun-alun bisa sesuai dengan fungsinya, tanpa harus mencaplok hak pihak lain, dalam hal ini masyarakat yang memanfaatkan sekeliling alun-alun sebagai jalur pedestrian dan ruang bermain. Toh jika pengunjung alun-alun lapar atau haus setidaknya mereka akan menyempatkan mampir ke pusat jajan yang berada di depan SMA Negeri 1 hingga depan rumah dinas wakil bupati.

Pernah dimuat di Rubrik Kota Kita, KOMPAS Jawa Tengah, 18 Mei 2010

Ada gula ada semut. Pepatah ini bisa dianalogikan dengan keberadaan alun-alun di pusat kota Kebumen. Fungsinya sebagai ruang publik, alun-alun Kebumen menjadi tempat yang bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat. Hal inilah yang kemudian menjadikan alun-alun sebagai gula yang menjadi sumber penghidupan bagi banyak pedagang kaki lima.



Penataan alun-alun yang dibarengi dengan pembuatan pusat jajan Kebumen di Jalan Mayjen Sutoyo belum berhasil mempertemukan kehendak pedagang dan Pemerintah Kabupaten Kebumen. Sikap pedagang yang menolak dipindahkan ke Jalan Mayjen Sutoyo (pojok timur laut alun-alun) berbeda dengan keinginan Pemkab Kebumen.

Meskipun dalam proses relokasi Pemkab Kebumen telah menyerahkan berbagai fasilitas, tetap saja kawasan free trader area (kawasan bebas pedagang) di sekitar alun-alun belum terwujud. Padahal, fasilitas yang diberikan oleh Pemkab antara lain bantuan gerobak dan tenda bagi PKL, fasilitas bebas tagihan listrik, PDAM, dan retribusi yang berlaku hingga 31 Desember 2009.

Jika melihat hasil renovasi Alun-alun Kebumen yang telah selesai, pusat kota Kebumen ini telah ditambah fungsinya menjadi taman kota. Hal ini terlihat dari berbagai jenis pohon peneduh yang ditanam di sekeliling alun-alun, jogging track, jalur pedestrian, joglo kecil di pojok timur laut dan barat laut, serta beberapa tempat duduk.

Keberadaan pedagang kaki lima yang menyita ruang pedestrian pastinya akan mengganggu kenyamanan pejalan kaki. Meskipun demikian, keberadaan PKL tidak bisa diabaikan. Pemkab membutuhkan keberadaan PKL untuk menambah PAD-nya melalui retribusi. Begitu juga dengan masyarakat berkepentingan dengan makanan dan berbagai mainan yang dijajakan PKL.

Dengan tertatanya PKL dalam satu tempat, pusat jajan Kebumen akan benar-benar hidup. Kemungkinan pengunjung yang berdatangan bisa bertambah, PAD dari unsur retribusi pun bisa meningkat, sedangkan fungsi alun-alun bagi pedestrian tidak terganggu dengan ketiadaan PKL.

Pemkab mungkin perlu mengeluarkan peraturan bupati atau perda tentang larangan berdagang di sekeliling alun-alun. Hal ini perlu agar fungsi alun-alun bisa sesuai dengan fungsinya, tanpa harus mencaplok hak pihak lain, dalam hal ini masyarakat yang memanfaatkan sekeliling alun-alun sebagai jalur pedestrian dan ruang bermain. Toh jika pengunjung alun-alun lapar atau haus setidaknya mereka akan menyempatkan mampir ke pusat jajan yang berada di depan SMA Negeri 1 hingga depan rumah dinas wakil bupati.

Pernah dimuat di Rubrik Kota Kita, KOMPAS Jawa Tengah, 18 Mei 2010

Tidak ada komentar: