Laman

Selasa, 25 November 2008

Prinsip Vs Etika Ekonomi

Dunia saat ini panik. Krisis keuangan yang melanda Amerika, yang ditandai bangkrutnya Lehman Brother sebagai salah satu perusahaan jasa keuangan besar dunia, telah merembet ke belahan bumi lain. Harga saham di kawasan Eropa dan Asia mengalami penurunan yang tajam. Tak terkecuali Indonesia.

Krisis keuangan global ini diawali dengan krisis sub-prime mortgage yakni, kredit macet kepemilikan rumah di Amerika Serikat yang meledak pada 2007 lalu. Kredit macet yang disebabkan oleh gaya hidup sebagian besar masyarakat Amerika yang terkenal boros, kini dampaknya menyebar ke penjuru dunia. Awal mula dari kredit macet ini telah dimulai pada tahun 1986 ketika pemerintah Amerika Serikat melakukan reformasi pajak. Dimana salah satu isinya adalah memberikan keringanan pajak kepada pembeli rumah. Keringanan pajak ini juga berlaku bagi masyarakat yang telah memiliki rumah yang ingin membeli rumah satu lagi.

Akibatnya usaha real estate di Amerika Serikat berkembang pesat, dibarengi pula dengan peningkatan kredit kepemilikan rumah. Selain peningkatan kredit kepemilikan rumah, kredit untuk barang-barang konsumtif lainnya juga ikut meningkat. Sifat boros masyarakat Amerika Serikat ini oleh Oprah disebut sebagai gaya hidup masyarakat yang ”lebih besar pasak daripada tiang”.

Dampak sifat konsumtif masyarakat Amerika Serikat bisa terlihat pada utang nasional negara Paman Sam tersebut. John Perkins, dalam bukunya Pengakuan Bandit Ekonomi (2007), menuliskan bahwa utang nasional AS (jumlah uang yang terutang oleh pemerintah federal AS kepada kreditor yang memegang berbagai instrumen utang AS) merupakan yang terbesar di dunia mencapai 8,5 triliun dolar Amerika pada bulan Agustus 2006. Angka ini diperkirakan meningkat seiring dengan semakin gencarnya pemerintah Bush dalam melakukan perangnya di Irak.

Derivasi Kapitalisme

Kapitalisme yang telah menjadi pegangan hidup masyarakat barat semenjak awal abad 19, kini menimbulkan derivasi yang menjadi ancaman bagi dunia. Kapitalisme yang mendewakan materi sebagai simbol kemakmuran suatu bangsa menjadikan eksploitasi terhadap sumber daya-sumber daya ekonomi menjadi tak terkontrol.

Kapitalisme tumbuh di atas prinsip ekonomi. Dimana prinsip ekonomi menyatakan bahwa manusia sebagai homo economicus harus memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin dari kegiatan ekonomi yang dilakukan. Keuntungan yang maksimal harus diperoleh dengan modal yang seminimal mungkin

Prinsip ekonomi yang telah berkontribusi dalam pembentukan pola pikir ekonomi yang keliru, hari ini tidak hanya menyebabkan krisis keuangan global, melainkan juga kerusakan lingkungan, global warming serta ketimpangan ekonomi yang semakin menjadi antara utara dan selatan semakin lebar.

Pembangunan ekonomi yang dilandasi prinsip ekonomi dengan mengesampikan etika ekonomi kini telah memperlihatkan sisi buruknya. Bukan hanya krisis keuangan global, kita bisa melihat berbagai korporasi hari ini melakukan eksploitasi terhadap sumber daya ekonomi (alam) di negara dunia ketiga termasuk Indonesia, hanya demi prinsip ekonomi.

Kasus Newmount, kerusakan hutan Papua sebagai akibat eksploitasi Freeport, ancaman kerusakan Taman Nasional Gunung Leuser di Aceh, merupakan sedikit contoh dari derivasi prinsip ekonomi. Film ”Blood Diamond” yang mangisahkan kisah nyata kegiatan penambangan berlian di Afrika bisa menjadi salah satu referensi kita tentang bagaimana prinsip ekonomi telah menjadi ”Tuhan”. Berlian yang diperoleh dengan darah dan kerja paksa, pada akhirnya menjadi barang mewah yang menjadi pelampiasan nafsu konsumerisme. Film ini menjadi bukti yang datang dari belahan bumi lain tentang kerakusan kapitalisme.

Pentingnya Etika

Dalam pengakuannya sebagai bangit ekonomi, John Perkins menuliskan di akhir bukunya tentang pentingnya perubahan paradigma berpikir kita sebagai homo economicus. Paradigma berpikir yang menuntut kita harus memiliki tanggungjawab moral terhadap anak-anak kita. Tanggung jawab untuk memberikan kualitas kehidupan yang tidak lebih buruk dari apa yang kita nikmati sekarang. Yang dalam ekonomi pembangunan dikenal dengna konsep sustainability development (pembangunan yang berkelanjutan).

Untuk mewujudkan paradigma tersebut, mutlak diperlukan etika ekonomi. Etika ekonomi yang akan memberikan pegangan kepada manusia sebagai homoeconomicus dalam memanfaatkan sumber daya ekonomi (alam) yang ada. Etika yang akan memberi batasan bagaiman kita dalam melakukan kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi dalam batasan yang normal dan tidak berlebihan (baca : rakus).

Yang menjadi pertanyaan apakah etika ekonomi bisa menghuni otak-otak homoeconomicus mengalahkan prinsip ekonomi? Disaat dunia saat ini sangat membutuhkan manusia-manusia yang memiliki pandangan hidup jauh kedepan.



Dunia saat ini panik. Krisis keuangan yang melanda Amerika, yang ditandai bangkrutnya Lehman Brother sebagai salah satu perusahaan jasa keuangan besar dunia, telah merembet ke belahan bumi lain. Harga saham di kawasan Eropa dan Asia mengalami penurunan yang tajam. Tak terkecuali Indonesia.

Krisis keuangan global ini diawali dengan krisis sub-prime mortgage yakni, kredit macet kepemilikan rumah di Amerika Serikat yang meledak pada 2007 lalu. Kredit macet yang disebabkan oleh gaya hidup sebagian besar masyarakat Amerika yang terkenal boros, kini dampaknya menyebar ke penjuru dunia. Awal mula dari kredit macet ini telah dimulai pada tahun 1986 ketika pemerintah Amerika Serikat melakukan reformasi pajak. Dimana salah satu isinya adalah memberikan keringanan pajak kepada pembeli rumah. Keringanan pajak ini juga berlaku bagi masyarakat yang telah memiliki rumah yang ingin membeli rumah satu lagi.

Akibatnya usaha real estate di Amerika Serikat berkembang pesat, dibarengi pula dengan peningkatan kredit kepemilikan rumah. Selain peningkatan kredit kepemilikan rumah, kredit untuk barang-barang konsumtif lainnya juga ikut meningkat. Sifat boros masyarakat Amerika Serikat ini oleh Oprah disebut sebagai gaya hidup masyarakat yang ”lebih besar pasak daripada tiang”.

Dampak sifat konsumtif masyarakat Amerika Serikat bisa terlihat pada utang nasional negara Paman Sam tersebut. John Perkins, dalam bukunya Pengakuan Bandit Ekonomi (2007), menuliskan bahwa utang nasional AS (jumlah uang yang terutang oleh pemerintah federal AS kepada kreditor yang memegang berbagai instrumen utang AS) merupakan yang terbesar di dunia mencapai 8,5 triliun dolar Amerika pada bulan Agustus 2006. Angka ini diperkirakan meningkat seiring dengan semakin gencarnya pemerintah Bush dalam melakukan perangnya di Irak.

Derivasi Kapitalisme

Kapitalisme yang telah menjadi pegangan hidup masyarakat barat semenjak awal abad 19, kini menimbulkan derivasi yang menjadi ancaman bagi dunia. Kapitalisme yang mendewakan materi sebagai simbol kemakmuran suatu bangsa menjadikan eksploitasi terhadap sumber daya-sumber daya ekonomi menjadi tak terkontrol.

Kapitalisme tumbuh di atas prinsip ekonomi. Dimana prinsip ekonomi menyatakan bahwa manusia sebagai homo economicus harus memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin dari kegiatan ekonomi yang dilakukan. Keuntungan yang maksimal harus diperoleh dengan modal yang seminimal mungkin

Prinsip ekonomi yang telah berkontribusi dalam pembentukan pola pikir ekonomi yang keliru, hari ini tidak hanya menyebabkan krisis keuangan global, melainkan juga kerusakan lingkungan, global warming serta ketimpangan ekonomi yang semakin menjadi antara utara dan selatan semakin lebar.

Pembangunan ekonomi yang dilandasi prinsip ekonomi dengan mengesampikan etika ekonomi kini telah memperlihatkan sisi buruknya. Bukan hanya krisis keuangan global, kita bisa melihat berbagai korporasi hari ini melakukan eksploitasi terhadap sumber daya ekonomi (alam) di negara dunia ketiga termasuk Indonesia, hanya demi prinsip ekonomi.

Kasus Newmount, kerusakan hutan Papua sebagai akibat eksploitasi Freeport, ancaman kerusakan Taman Nasional Gunung Leuser di Aceh, merupakan sedikit contoh dari derivasi prinsip ekonomi. Film ”Blood Diamond” yang mangisahkan kisah nyata kegiatan penambangan berlian di Afrika bisa menjadi salah satu referensi kita tentang bagaimana prinsip ekonomi telah menjadi ”Tuhan”. Berlian yang diperoleh dengan darah dan kerja paksa, pada akhirnya menjadi barang mewah yang menjadi pelampiasan nafsu konsumerisme. Film ini menjadi bukti yang datang dari belahan bumi lain tentang kerakusan kapitalisme.

Pentingnya Etika

Dalam pengakuannya sebagai bangit ekonomi, John Perkins menuliskan di akhir bukunya tentang pentingnya perubahan paradigma berpikir kita sebagai homo economicus. Paradigma berpikir yang menuntut kita harus memiliki tanggungjawab moral terhadap anak-anak kita. Tanggung jawab untuk memberikan kualitas kehidupan yang tidak lebih buruk dari apa yang kita nikmati sekarang. Yang dalam ekonomi pembangunan dikenal dengna konsep sustainability development (pembangunan yang berkelanjutan).

Untuk mewujudkan paradigma tersebut, mutlak diperlukan etika ekonomi. Etika ekonomi yang akan memberikan pegangan kepada manusia sebagai homoeconomicus dalam memanfaatkan sumber daya ekonomi (alam) yang ada. Etika yang akan memberi batasan bagaiman kita dalam melakukan kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi dalam batasan yang normal dan tidak berlebihan (baca : rakus).

Yang menjadi pertanyaan apakah etika ekonomi bisa menghuni otak-otak homoeconomicus mengalahkan prinsip ekonomi? Disaat dunia saat ini sangat membutuhkan manusia-manusia yang memiliki pandangan hidup jauh kedepan.



Tidak ada komentar: